PAPER PRINSIP BIOTEKNOLOGI
BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI
Deri Andayani
|
2031311004
|
Muhammad Kodri
|
2031311018
|
Radna Sari Octaviana
|
2031311022
|
Rizka Purnama Rangkuti
|
2031311025
|
Slamet Suradi
|
2031311030
|
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2016
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejalan
dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakan lingkungan dan
munculnya berbagai macam penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara
berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternatif
yang menjadi pilihan bagi banyak orang yang ingin hidup sehat. Pertanian
organik sebagai suatu system bertani yang selaras dengan alam, mengembalikan
siklus ekologi dalam suatu areal pertanian suatu aliran yang siklik dan
seimbang (Gunalan 1996).
Secara
perlahan tapi pasti system pertanian organik mulai berkembang di berbagai
belahan bumi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masyarakat mulai
melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan system pertanian organik
ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestarianya dan dapat mengonsumsi
produk pertanian yang relatif lebih sehat
karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi
kesehatan (Gunalan 1996).
Dalam usaha
peningkatan produksi tanaman tanaman perkebunan lainnya maka mutu
intensifikasi perlu untuk ditingkatkaan. Salah satu usaha yang dapat ditempuh
yaitu dengan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk.
Respon tanaman terhadap penggunaan pupuk akan menigkat bila menggunakan jenis
pupuk, dosis, waktu serta cara pemberian yang tepat. Pemupukan bertujuan untuk
memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan unsur hara atau
zat hara kedalam tanah yang langsung atau tidak langsunng dapat menyumbangkan
bahan makanan pada tanaman. Pemupukan juga memperbaiki pH tanah dan memperbaiki
lingkungan tanah sebagai tempat tumbuh tanaman. Dalam hal ini pupuk yang
mengandung mikroorganismme lah yang mampu memperbaiki sifat –sifat tanah (Lingga et al.
2009).
Pupuk hayati
adalah mikrobia ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman
dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup
bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua
pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan
mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikroba
yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke
dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang
akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N
dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah(Lingga et al. 2009).
Pemupukan
dapat dikatakan berhasil baik bila kita mengetahui unsur hara apa yang kurang
terdapat dalam tanah atu unsur makan apa yang dibutuhkan oleh tanaman. Gejala
kekurangan unsur hara dapat dilihat dengan tidak normalnya petumbuhan tanaman.
Disamping mengetahui unsur hara apa yang kurang, perlu juga mengetahui berapa
jumlah yang kurang itu sehingga kita bisa memberikan dalam jumlah yang benar
dan efektif (Roesmarkam&Yuwono 2002).
Bahan
organik juga berperan sebagai sumber makanan dan energi mikroba tanah sehingga
dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara
tanaman. Jadi penambahan bahan organik disamping sebagai sumber hara bagi
tanaman, sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba (Roesmarkam&Yuwono 2002).
Penggunaan
pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan
ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengolahan hara terpadu yang memadukan
pemberian pupuk organik atau pupuk hayati dalam rangka meningkatkan
produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya dengan
cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan dapat
dipertahankan (Roesmarkam&Yuwono 2002).
Tujuan
Untuk mengetahui pengertian pupuk hayati,sejarah pupuk hayati, fungsi pupuk hayati, kualitas pupuk hayati, jenis-jenis
pupuk hayati yang telah di kenal di Indonesia,teknik dasar produksi pupuk hayati,faktor penentu penerapan pupuk hayati
dilapangan, danpenelitian teruptodate tentang pupuk hayati (5 tahun terakhir).
Manfaat
Manfaat secara umum dalam makalah pupuk hayati ini adalah dapat memberikan
pemahaman kepada para pembaca tentang pupuk hayati.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pupuk Hayati
Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok
fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam
tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru
dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial
pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang
lalu.
Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme
hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi
tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman.Memfasilitasi tersedianya hara ini
dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh
cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun
perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah.Penyediaan hara ini
berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis.
Secarasimbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan
kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara
hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan
bahan organik oleh kelompok organisme perombak.Kelompok mikroba simbiosis ini
terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza.Penambatan N2secara
simbiotis dengan tanaman kehutanan yang bukan legum oleh aktinomisetes genus
Frankiadi luar cakupan buku ini. Kelompok cendawan mikoriza yang tergolong
ektomikoriza juga di luar cakupan baku ini, karena kelompok ini hanya
bersimbiosis dengan berbagai tanaman kehutanan. Kelompok endomikoriza yang akan
dicakup dalam buku ini juga hanya cendawan mikoriza vesikulerabuskuler, yang
banyak mengkolonisasi tanaman-tanaman pertanian.
Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada
juga makrofauna (cacing tanah).Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah
untuk merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah
pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian.Kelompok
organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan
organik.
Sejumlah
bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut
sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant
growth promoting hizobacteria).
Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2, juga; (2)
menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan
lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi
siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya
(Cattelan et al. 1999). Sebenarnya
tidak hanya kelompok ini yang memiliki peranan ganda (multifungsi) tetapi juga
kelompok mikroba lain seperti cendawan mikoriza.
Cendawan mikoriza
selain dapat meningkatkan serapan hara, juga dapat meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap penyakit terbawa tanah, meningkatkan toleransi tanaman
terhadap kekeringan, menstabilkan agregat
tanah, dan sebagainya, tetapi berdasarkan hasil-hasil penelitian yang
ada peranan sebagai penyedia hara lebih menonjol daripada peranan-peranan lain.
Pertanyaan yang mungkin timbul ialah apakah multifungsi suatu mikroba tertentu
apabila digunakan sebagai inokulan dapat terjadi secara bersamaan, sehingga
tanaman yang diinokulasi dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut.
Kebanyakan kesimpulan tersebut berasal dari penelitian-penelitian terpisah,
misalnya pengaruh terhadap serapan hara pada suatu percobaan, dan pengaruh terhadap
toleransi kekeringan pada percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi tersebut
hanya dimiliki spesies tertentu pada suatu kelompok fungsional tertentu, atau
mungkin juga fungsi-fungsi ini hanyadimiliki oleh strain atau strain-strain
tertentu dalam suatu spesies, atau kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut
tumbuh.
Subha Rao
(1982) menganggap sebenarnya pemakaian inokulan mikroba lebih tepat dari
istilah pupuk hayati. Ia sendiri mendefinisikan pupuk hayati sebagai preparasi
yang mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen,
pelarut fosfatatau selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau tempat
pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba tersebut dan
mempercepatproses mikrobial tertentu untuk menambah banyak ketersediaan hara
dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.
FNCA
Biofertilizer Project Group (2006) mengusulkan definisi pupuk hayati sebagai
substans yang mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rizosfir atau
bagian dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan
ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila
dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah.Pengertian pupuk hayati pada
buku ini lebih luas daripada istilah yang dikemukakan oleh Subha Rao (1982) dan
FNCA Biofertilizer Project Group (2006).Mereka hanya membatasi istilah pupuk
hayati pada mikroba, sedangkan istilah yang dipakai pada buku ini selain
melibatkan mikroba juga makrofauna seperti cacing tanah.Bila inokulan hanya
mengandung pupuk hayati mikroba, inokulan tersebut dapat juga disebut pupuk
mikroba (microbial fertilizer).
Mikroorganisme
dalam pupuk mikroba yang digunakan dalam bentuk inokulan dapat mengandung hanya
satu strain tertentu atau monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih dari
satu strain atau multistrain. Strain-strain pada inokulanmultistrain dapat
berasal dari satu kelompok inokulasi silang (cross-inoculation) atau lebih.Pada
mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok fungsional
mikroba (pupuk hayati tunggal), tetapiperkembangan teknologi inokulan telah
memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok
fungsional mikroba.Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung lebih dari
suatu spesies atau lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.Karena itu
Simanungkalit dan Saraswati (1993) memperkenalkan istilah pupuk hayati majemuk
untuk pertama kali bagi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu kelompok
fungsional.
2.
Sejarah Pupuk Hayati
Sejarah
penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian itu
sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia
mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari
pemupukan untuk memperbaiki kesuburan tanah terdapat pada kebudayaan tua
manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil,
Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya (Honcamp, 1931).
Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut
sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang
terjadi setiap tahun.
Di
Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal para petani. Mereka
bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau turut melanda
pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani lebih suka
menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih
sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah karena di subsidi, dan
mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat tergantung kepada pupuk buatan,
sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian,
ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk
dicabut.
Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif
penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan
pada sebagian kecil petani telah membuat mereka beralih dari pertanian
konvensional ke pertanian organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan
hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya.
Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman
memperbaiki nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang
dikomersialkan adalah rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe
dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan.
Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi
di Amerika Serikat.
Pada
tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di Uni Sovyet yang ditanami
dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter. Bakteri ini
diformulasikan dengan berbagai cara dan disebut sebagai pupuk bakteri
Azotobakterin. Pupuk bakteri lain yang juga telah digunakan secara luas di
Eropa Timur adalah fosfobakterin yang mengandung bakteri Bacillus megaterium
(Macdonald, 1989). Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari
pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti.
Baru setelah terjadinya kelangkaan energi di dunia karena krisis energi pada
tahun 1970-an dunia memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati. Pada
waktu pertama kali perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia, karena
memang tersedianya nitrogen yang banyak di atmosfer dan juga pengetahuan
tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak dan pengalaman menggunakan
pupuk hayati penambat nitrogen sudah lama.
Di
Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan murni
rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938 (Toxopeus, 1938), tapi
hanya untuk keperluan penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan
inokulan rhizobia mulai di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan
petani transmigran (Jutono, 1982). Pada waktu itu inokulan diberikan kepada
petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan dalam proyek
intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan pesanan
pemerintah kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja
menjadi tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya
berdasarkan pesanan. Karena persaingan yang tidak sehat dalam memenuhi pesanan
pemerintah ini, dan baru berproduksi kalau ada proyek, mengakibatkan ada
produsen inokulan yang terpaksa menghentikan produksi inokulannya, pada hal
mutu inokulannya sangat baik. Perkembangan penggunaan inokulan selanjutnya
tidak menggembirakan. Baru setelah dicabutnya subsidi pupuk dan tumbuhnya
kesadaran terhadap dampak lingkungan yang dapat disebabkan pupuk buatan,
membangkitkan kembali perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati.
3. Fungsi pupuk hayati
Pupuk hayati memiliki peran utama dalam budidaya tanaman,
yakni sebagai pembangkit kehidupan tanah (soil regenerator) dan
menyuburkan tanah kemudian tanah memberi makan tanaman (Feeding the soil
that feed the plant). Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk bekerja
dengan cara (Simanungkalit RDM et al.
2006):
1.
Penambat
zat hara yang berguna bagi tanaman. Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai
penambat N, tanpa bantuan mikroorganisme tanaman tidak bisa menyerap nitrogen
dari udara. Beberapa berperan sebagai pelarut fosfat dan penambat kalium
2.
Aktivitas
mikroorganisme membantu memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik, kimia
maupun biologi.
3.
Menguraikan
sisa-sisa zat organik untuk dijadikan nutrisi tanaman.
4.
Mengeluarkan
zat pengatur tumbuh yang diperlukan tanaman sperti beberapa jenis hormon
tumbuh.
5.
Menekan
pertumbuhan organisme parasit tanaman. Pertumbuhan mikroorganisme baik akan
berkompetisi dengan organisme patogen, sehingga kemungkinan tumbuh dan
berkembangnya organisme patogen semakin kecil.
4. Kualitas pupuk hayati
Berdasarkan penelitian Simanungkalit, dkk dalam Pupuk hayati
dan pembenah tanah yang diterbitkan Balitbang Pertanian tahun 2006, kualitas
pupuk hayati bisa dilihat dari parameter berikut (Simanungkalit RDM et al. 2006):
- Jumlah populasi mikroorganisme dimana jumlah mikroorganisme hidup
yang terdapat dalam pupuk harus terukur. Bila jumlahnya kurang maka
aktivitas mikroorganisme tersebut tidak akan memberikan pengaruh pada
pertumbuhan tanaman.
- Efektifitas
mikroorganisme dimana tidak
semua mikroorganisme memberikan pengaruh positif pada tanaman. Bahkan
beberapa diantaranya bisa menjadi parasit. Hanya mikroorganisme tertentu
yang bisa dijadikan sebagai pupuk hayati. Sebagai contoh, jenis Rhizobium
yang bisa menambat nitrogen, atau Aspergillus niger sebagai pelarut fosfat.
- Bahan
pembawa dimana fungsinya
sebagai media tempat mikroorganisme tersebut hidup. Bahan pembawa harus
memungkinkan organisme tetap hidup dan tumbuh selama proses produksi,
penyimpanan, distribusi, hingga pupuk siap digunakan.
- Masa
kadaluarsa dimana sebagai
mana mahluk hidup lainnya mikroorganisme tersebut memiliki siklus hidup.
Apabila mikroorganisme dalam pupuk hayati telah mati, pupuk tersebut tidak
bisa dikatakan sebagai pupuk hayati. Untuk memperpanjang siklus hidup
tersebut, produsen pupuk biasanya mengemas mikroorganisme tersebut dalam
keadaan dorman. Sehingga perlu aktivasi kembali sebelum pupuk
diaplikasikan pada tanaman. Pupuk hayati yang benar seharusnya
mencantumkan tanggal kadaluarsa dalam kemasannya.
5. Jenis-jenis pupuk hayati
Sekarang ini dikenal dua jenis pupuk hayati berdasarkan
kandungan mikroorganismenya, yakni pupuk hayati tunggal dan pupuk hayati
majemuk. Pupuk hayati tunggal hanya mengandung satu jenis mikroba yang memiliki
satu fungsi, semisal mikroba dari jenis Rhizobium sebagai penambat nitrogen.
Sedangkan pupuk majemuk biasanya memiliki lebih dari tiga jenis mikroba
(Simanungkalit RDM et al. 2006).
Jenis pupuk hayati majemuk dikembangkan belakangan ini. Di
Indonesia pupuk hayati yang beredar dipasaran kecenderungannya dari jenis
majemuk. Sedangkan di negara-negara maju lebih banyak jenis tunggal. Bentuk
pupuk hayati yang beredar di pasaran biasanya berbentuk cair dan padat
(tepung). Merek-merek yang terkenal diantaranya EM4, Sumber Subur dan M-Bio.
Sedangkan yang berbentuk padat antara lain Evagrow dan Solagri.
Berikut ini macam-macam pupuk hayati yang banyak digunakan
yaitu (Simanungkalit RDM et al.
2006):
1.
Agronik
Farming, yaitu pupuk hayati yang mengandung unsur hara makro berupa N, P, K dan
unsur hara mikro berupa MgO, SO4, CaO. Mikroorganisme didalamnya besifat
majemuk yaitu mikroba pelarut fosfat 6.650.000 cfu/g dan Azospirilium 1.000.000
cfu/g. Cara pemakaiannya yaitu dengan mencampurkan 1 cc pupuk tersebut ke dalam
1 liter air. Hal ini karena pupuk hayati ini cair dengan konsentrasi yang
tinggi. Pupuk hayati ini memiliki keunggulan yaitu dengan meningkatkan hasil
panen 20-50%, dapat, mengurangi biaya produksi hingga mencapai 30% dan tidak
diperlukan lagi pupuk kimia (N,P,K).
2.
Pupuk
Hayati EMAS (Enhanching Microbial Activities In The Soil), yaitu pupuk hayati
yang bersifat majemuk dengan memiliki 4 jenis mikroba didalamnya berupa Azospirilium lipoverum, Azotobacter
beijerinckii, Aeromonas punctata, Aspergillus niger. Cara penggunaannya
yaitu dengan melakukan kombinasi dengan 25-50 % dosis pupuk kimia. Penggunaan
pupuk ini setara dengan menggunakan 100% pupuk hayati, sehingga penggunaan
pupuk ini akan mengurangi biaya total pemupukan. Keunggulan dan manfaat dari
pupuk ini yaitu mengandung 2 jenis bakteri pengikat N2 dari udara
yang tumbuh di daerah rhizosfer yang dapat menambahkan N yang diserap akar
tanaman, satu jenis bakteri pelarut P dapat meningkatkan jumlah hara yang dapat
diserap akar tanaman baik yang berasal dari partikel pupuk maupun dari partikel
tanah, satu jenis mikroba lagi yakni jamur dapat meningkatkan daya pegang tanah
terhadap air dan hara tanah, serta dimana keempat jenis mikroba dapat
meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan dapat menghasilkan zat tumbuh
yang berguna bagi akar tanaman.
3.
M-BIO
merupakan kultur campuran mikroba yang menguntung dengan paten CMF-21
diantaranya bakteri pelarut Fosfat, Lactobacillus sp, Yeast, dan Azospirilium
sp. kandungan pupuk ini yaitu N, P, K, S, Mo, Fe, Mn, dan B. Cara pemakaian
pupuk ini yaitu dengan melakukan penyemprotan (penyiraman) dengan konsentrasi 1
ml M-BIO per liter air setiap minggu. Keunggulannya yaitu mempercepat
dekomposisi bahan-bahan organik secara fermentasi, melatutkan P yang tidak
tersedia menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman, mengikat Nitrogen udara,
menghasilkan berbagai enzim dan hormon sebagai senyawa bioaktif untuk
pertumbuhan tanaman, dan menurunkan kadar BOD dan COD perairan dan menekan bau
busuk.
4.
Pupuk Hayati Mikroriza Zeoriza.
6. Teknik
Dasar Produksi Pupuk Hayati
A. Tahap Pengisolasian Mikroorganisme
1. Mengambil
satu kg tanah yang berasal dari kedalaman 10-15 cm dari permukaan tanah. Pilih
lokasi tanah subur yang bebas dari gangguan manusia, jauh dari pemukiman
misalnya dari tanah perkebunan yang terawat dengan baik atau dari hutan yang
lebat.
2. Tanah
tersebut dicampur dengan satu kg daun bambu kering, 5kg sekam padi dan 2kg
dedak padi, diaduk rata sambil menuangkan air secukupnya,sekitar 5L.
3. Masukkan
campuran tersebut ke dalam wadah berdiameter 50 cm dengan ketinggian 30 cm. Buat
lobang berdiameter 10 cm di tengah-tengah campuran.
4.
Tutup campuran tersebut dan letakkan
di tempat yang teduh selama satu bulan. Aduk campuran tersebut 4 hari sekali
dan membuat lobang ventilasi baru.
5.
Proses selesai setelah terbentuknya
lapisan serat putih di permukaan campuran.
B.
Tahap
Peningkatan Jumlah Mikroorganisme
1.
Campuran kering mikroorganisme
diaduk rata, kemudian diambil sebanyak 500 gram dan dimasukkan ke dalam jaring plastik.
2.
Campur 15 liter molase (produk
sampingan dari hasil pengolahan gula tebu) atau 15 kg gula merah cair ke dalam
wadah berisi 75 liter air tanah atau sumur yang bersih.
3.
Masukkan jaring plastik berisi
campuran mikroorganisme tersebut ke dalam wadah.
4.
Aduk merata secara searah.
5.
Tutup wadah dan biarkan selama satu
bulan di tempat yang teduh.
6.
Indikator kesuksesan tahap ini
adalah larutannya berbau harum, jika berbau busuk berarti prosesnya gagal.
C.
Proses
Produksi Pupuk Hayati
a)
Satu bagian larutan dimasukkan ke
dalam wadah yang telah berisi 10 bagian air yang telah dicampur dengan satu
bagian molase. Aduk merata secara searah.
b)
Masukkan potongan/rajangan daun-daun
sayur-sayuran seperti daun singkong atau daun kangkung sebanyak sepertiga
wadah, diaduk searah
kemudian ditutup.
c)
Biarkan campuran tersebut selama 15
hari di tempat yang teduh.
D. Cara Pengaplikasian
a.
Sekitar 100 ml cairan pupuk
dimasukkan ke dalam 20 liter air untuk 40-50 tanaman.
b.
Siram ke tanaman dan ke permukaan
tanah tempat tanaman tumbuh.
c.
Pengaplikasian dilakukan satu kali
dalam satu minggu.
d.
Sebaiknya di awal penggarapan
tanaman, diaplikasikan pupuk bokasi atau kompos sebagai pupuk dasar sekitar 500
g/m2
7. Faktor PenentuPenerapan
Pupuk Hayati Di Lapangan
Anjuran pemupukan yang
tepat terus digalakkan melalui program pemupukan berimbang (dosis dan jenis
pupuk yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi
lokasi/spesifik lokasi), namun sejak sekitar tahun 1996 telah terjadi penurunan
produktivitas (leveling off) sedangkan penggunaan pupuk terus meningkat. Hal
ini berarti terjadi penurunan efisiensi pemupukan. Berbagai faktor tanah dan
lingkungan tanaman harus dikaji lebih
mendalam.
Takaran pupuk yang
digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing
jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah memiliki
karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Oleh karena itu anjuran
(rekomendasi) pemupukan harus dibuat lebih rasional dan berimbang berdasarkan
kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman itu sendiri
sehingga efisiensi penggunaan pupuk dan produksi meningkat tanpa merusak
lingkungan akibat pemupukan yang berlebihan. Dari uraian di atas terlihat bahwa
pemakaian pupuk secara berimbang sampai saat ini masih merupakan pilihan
yang paling baik bagi Petani dalam kegiatan usahanya untuk meningkatkan
pendapatan.Percepatan peningkatan produksi pangan harus dilaksanakan secara
konsepsional melalui program sosialisasi yang terpadu.
Pemupukan
yang dilakukan pada satu pertanaman berarti menambahkan/menyediakan hara bagi
tanaman. Dengan demikian program pemupukan berimbang dapat saja menggunakan
pupuk tunggal (Urea/ZA, TSP/SP-36 dan KCl) dan atau pupuk majemuk.
8.
Penelitian mengenai Pupuk Hayati
Pengaruh aplikasi pupuk hayati
terhdapa pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai rawit (capsicum frutescens
L.) varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik (Wardhani S 2014).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi
pupuk hayati dan berapa dosis optimal pemberian pupuk hayati terhadap
peningkatan pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai rawit (Capsicum
frutescens L.) varietas Bhaskara. Pupuk hayati produksi
PT Petrokimia Gresik mengandung berbagai jenis mikroorganisme fungsional
seperti: Azospirillum sp., Azotobacter sp., Aspergillus sp.,
Pseudomonas sp., Penicillium sp., dan Streptomyces sp..
mikroorganisme inilah memiliki potensi yang besar dalam memacu pertumbuhan
tanaman. Azospirillum sp. dan Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp.sebagai
penghasil hormon pertumbuhan dan penambat N2 udara. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi tanaman, jumlah buah dan
berat buah. Hasil pengamatan dianalisis dengan Anova One Way pada taraf
signifikansi 5% dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pupuk hayati berpengaruh tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah buah
dan berat buah tanaman cabai rawit. Dosis pemberian pupuk hayati terhadap
peningkatan produktivitas tanaman cabai rawit adalah pada kisaran 50-100 kg/ha.
Pemanfaatan Berbagai
Jenis Pupuk Hayati pada Budidaya Tanaman Jagung(Zea mays. L) Efisien
Hara di Lahan Kering Marginal (Moelyohadi
et al. 2012).Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan genotipe jagung efisien hara yang memberikan respon terbaik
terhadap berbagai jenis pupuk hayati pada tingkat pemupukan kimia dosis rendah
di lahan kering marginal. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Agro Tekno
park (ATP) Kementerian Riset dan Teknologi, Sumatera Selatan dari bulan Mei –
September 2011. Pemanfaatan pupuk hayati dilakukan berdasarkan respon positif
terhadap peningkatan efektivitas dan efisiensi pemupukan sehingga dapat
menghemat biaya pupuk dan penggunaan tenaga kerja. Teknologi yang dapat
digunakan adalah penerapan pupuk mikroba (microbial fertilizer).
Penelitian menggunakan Rancangan Split Plot design dengan masing-masing
perlakuan diulang 3 kali. Perlakuan petak utama terdiri dari : (H0): tanpa
pupuk hayati, (H1): mikoriza, dan (H2): pupuk hayati BPF. Perlakuan anak petak,
terdiri dari tiga genotipe hasil seleksi galur jagung untuk sifat efisien
hara,yaitu galur: B-41 (G1), L-164 (G2), S-194 (G3) serta varietas BISI 816
(G4) sebagai varietas pembanding. Semua unit perlakuan diberi pupuk kimia dosis
rendah yaitu 50% dari dosis standar ATP (200 kg Urea, 50 kg SP-36 dan 25 kg KCl
ha-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk mikoriza menghasilkan produksi
jagung tertinggi, yaitu 6,08 ton biji pipilan kering/ hektar dan galur jagung
B-41 menunjukkan pertumbuhan yang lebih adaptif di 32 lahan kering marginal
dengan tingkat produksi 7,27 ton biji pipilan kering/ha. Serta kombinasi
perlakuan pupuk mikoriza dan galur B-41 memberikan pertumbuhan dan produksi
tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya, dengan tingkat
produksi sebesar 8,57 ton pipilan kering/hektar.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan, pupuk hayati merupakaninokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara
tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman.Pupuk
hayati memiliki banyak manfaat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan
menggunakan aktivitas mikroorganisme yang dimilikinya.
DAFTARPUSTAKA
Cattelan AJ,
Hartel PG, Fuhrmann JJ. 1999. Screening for plant growth-promoting
rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680.
FNCA
Biofertilizer Project Group. 2006. Biofertilizer
Manual. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Japan Atomic
Industrial Forum, Tokyo.
Gunalan. 1996.
Penggunaan Mikroba Bermanfaat pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan.
Majalah sriwijaya Vol. 32. No. 2. Universitas Sriwijaya
Lingga,
Pinus, Marsono. 2009. Petunjuk
Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya
Moelyohadi et al.2013. Pemanfaatan Berbagai Jenis Pupuk Hayati pada
Budidaya Tanaman Jagung (Zea mays. L) Efisien Hara di Lahan Kering Marginal.Jurnal
Lahan Suboptimal.Vol. 1 (1): 31-39.
Saraswati
RDH et al.. 1998. Pengembangan Rhizo-plus untuk Meningkatkan
Produksi, Efisiensi Pemupukan Menunjang Keberlanjutan Sistem Produksi Kedelai,
Laporan Akhir Penelitian Riset Unggulan Kemitraan I Tahun
(1995/1996-1997-1998). Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan.
Simanungkalit RDM et
al. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Subba Rao,
N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture.Oxford
and IBH Publishing Co. New Delhi.
Wardhani A. 2014. Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan
Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas
Bhaskara di PT Petrokimia Gresik. Jurnal
Sains Dan Seni Pomits. Vol. 2 (1) :2337-3520.
No comments:
Post a Comment