MAKALAH
KELEKAK
Di Desa Pagarawan Kab. Bangka Induk
Jurusan Biologi
Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi
Universitas Bangka Belitung
2017
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wanatani atau
agroforestry adalah suatu bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan
kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas
atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian. Agroforestri merupakan
gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan
pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi
pertanian dan pelestarian hutan.Agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk
mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumberdaya hutan,
meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan
diversifikasi silvikultur. Sistem ini telah dipraktekkan oleh petani di
berbagai tempat di Indonesia selama berabad-abad ,misalnya sistem ladang berpindah, kebun
campuran di lahan sekitar rumah (pekarangan) dan padang penggembalaan (Michon
dan de Foresta, 1995).
Berdasarkan motivasi yang dimiliki petani, terdapat dua
sistem terbentuknya agroforestri di lapangan yaitu sistem bercocok tanam
"tradisional" dan sistem "modern". Sistem
"tradisional" adalah sistem yang "dikembangkan dan diuji"
sendiri oleh petani sesuai tujuan. Mengenal bentuk-bentuk agroforestri yang ada
di Indonesia · Memahami evolusi dan proses-proses yang terjadi dalam sistem
agroforestri · Mendapatkan gambaran tentang keuntungan, kendala, potensi dan
peluang dari agroforestri bagi petani maupun pemerintah. · Pengembangan
bercocok tanam biasanya hanya didasarkan pada usaha coba-coba (trial and
error), tanpa penelitian formal maupun bimbingan dari penyuluh/petugas
lapangan. Dalam sistem bercocok tanam "modern", gagasan dan teknologi
berasal dari hasil-hasil penelitian.
Salah
satu sistem agroforesty tradisional yang terdapat di Bangka Belitung adalah
kelakak. Kelekak adalah sebidang
tanah yang ditanami secara sengaja atau tidak sengaja oleh orangtua zaman
dahulu dengan beragam pohon penghasil buah (tumbuhan khas daerah), baik yang
dimiliki secara pribadi (garis keturunan tertentu), maupun dimiliki secara
bersama (milik orang banyak dalam satu kampung atau gabungan dari beberapa
kampung). Kelekak memiliki nilai budaya yang tinggi di pulau bangka sehingga
pengetahuan tentang kelekak ini seharusnya terus disampaikan dari generasi
kegenerasi. Hal tersebutlah yang menjadikan latar belakang dilakukan pengamatan
tentang kelekak yang ada di di salah satu desa di Bangka Belitung ini.
Tujuan
Tujuan dilakukannya pengamatan ini adalah
untuk mengetahui dan mempelajari tentang
isi yang terdapat dalam sistem perkebunan kelekak yang ada di Desa Pagarawan,
Bangka Belitung.
Manfaat
Manfaat dari pengamatan ini adalah mahasiswa
dapat mengetahui dan mendapatkan data tentang sistem dan isi dari perkebunan
kelekak yang ada di Desa Pagarawan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan
Tempat
Pengamatan
ini dilaksanakan pada hari jumat tanggal 28 april 2017, bertempat di kebun
kelekak masyarakat yang terdapat di Desa Pagarawan, Kecamatan Merawang,
Kabupaten Bangka Induk, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Alat
dan Bahan
Adapun
Alat yang digunakan dalam pengamatan ini adalah kamera, dan alat tulis,
sedangkan bahan yang digunakan adalah kebun kelekak milik masyarakat yang
terdapat di Desa Pagarawan, Kabupaten Bangka Induk.
Cara
Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan dalam pengamatan
ini pertama kali adalah menentukan dua lokasi kebun kelekak milik masyarakat
Desa Pagarawan yang akan dilakukan pengamatan. Selanjutnya kebun kelekak yang
telah ditetapkan sebagai lokasi pengamatan diamati tumbuh-tumbuhan yang
terdapat di dalamnya kemudian dicatat dan di ambil foto. Selanjutnya data yang
telah di dapatkan di buat dan diringkas dalam bentuk makalah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1 Jenis tumbuhan yang terdapat di kebun
kelekak masyarakat Desa
Pagarawan, Kabupaten Bangka Induk
No
|
Jenis Tumbuhan
|
Lokasi
|
Jumlah Individu
|
1.
|
Durian
|
A
dan B
|
5
Batang
|
2.
|
Bambu
|
A
dan B
|
2
rumpun
|
3.
|
Jambu
Bandar
|
A
dan B
|
3
|
4.
|
Gaharu
|
A
dan B
|
10
|
5.
|
Kedondong
|
A
dan B
|
5
|
6.
|
Kelapa
|
A
dan B
|
3
|
7.
|
Nangka
|
A
dan B
|
3
|
8.
|
Petai
|
A
dan B
|
2
|
9.
|
Pisang
|
A
|
4
|
10.
|
Rambutan
|
A
dan B
|
15
|
11.
|
Sawo
|
A
dan B
|
6
|
12.
|
Cempedak
|
A
dan B
|
2
|
Pembahasan
Kelekak adalah sebidang tanah yang ditanami secara
sengaja atau tidak sengaja oleh orangtua zaman dahulu dengan beragam pohon
penghasil buah (tumbuhan khas daerah), baik yang dimiliki secara pribadi (garis
keturunan tertentu), maupun dimiliki secara bersama (milik orang banyak dalam
satu kampung atau gabungan dari beberapa kampung). Pemberian nama kelekak milik
pribadi atau yang dimiliki oleh garis keturunan tertentu, biasanya selalu
disertai dengan nama si pembuat/pemilik awal kelekak. Misalnya Kelekak Atok
Umar, Kelekak Akek Raong, Kelekak Nek Binyit, dan lain-lain sebagainya.
Sedangkan kelekak milik bersama (milik orang banyak dalam satu kampung atau
gabungan dari beberapa kampung) ini sering disebut sesuai nama dimana wilayah
kelekak itu berada.
Kelekak terbentuk melalui proses yang tidak singkat.
Membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun agar lahan atau bidang tanah
yang berisikan pohon penghasil buah itu baru layak disebut kelekak. Tak heran
pula jika si pemilik atau pembuat kelekak tidak sempat menikmati hasil dari apa
yang telah mereka tanam. Kelekak identik dengan pohon penghasil buah karena
kelak, pohon yang ditanam itu dapat dinikmati (dipetik buahnya) oleh anak cucu
mereka atau masyarakat umum di masa yang akan datang. Oleh sebab itu pula,
kelekak sering dikonotasikan dengan sebutan - meminjam istilah yang dipopulerkan
budayawan Suhaimi Sulaiman - yakni “kelak kek ikak” (suatu saat nanti
bermanfaat atau dapat diambil manfaatnya oleh kamu-kamu generasi yang akan
datang) .
Berdasarkan
hasil pengamatan yang telah dilakukan di dua kebun kelekak yang ada di Desa
Pagarawan didapatkan hasil 12 jenis tanaman yang terdapat didalamnya yang
merupakan tanaman pohon penghasil buah meskipun beberapa adalah tanaman pohon
tidak menghasilkan buah seperti bambu dan gaharu. Diantara kebun kelekak
pertama “kemudian disebut lokasi A” dan kelekak kedua “kemudian disebut lokasi
B” yang diamati memiliki persamaan jenis tanaman penghasil buah yang hampir
sama. Terjadi persamaan antara kedua lokasi ini dikarnakan memang hanya itu
tanaman atau tumbuhan yang ditanam di kelekak pada umumnya kecuali pisang yang
hanya ditemukan di kebun A.
Tanaman yang terdapat di kedua lokasi adalah
durian, bambu, jambu bandar, gaharu,
kedondong, kelapa, nangka, petai, rambutan, sawo dan cempedak. Tradisi bertanam masyarakat Bangka zaman
dahulu, para leluhur atau orang tua tempo dulu tidak saja bertanam untuk
kepentingan sesaat. Melainkan bertanam untuk kepentingan generasi yang akan
datang. Mereka tidak sekadar menanam, akan tetapi juga memberi 'tanda' bahwa
ada sebagian lahan yang kelak dapat diperuntukkan atau dapat diolah kembali
oleh anak keturunan mereka (menjadi lahan milik pribadi) dan ada pula lahan
yang kelak peruntukkannya khusus masyarakat banyak (wakaf) dan tetap terjaga
eksistensinya.
Buah-buahan yang dihasilkan di kelekak
biasanya tidak diperjual belikan tetapi untuk di konsumsi oleh pemiliknya
ataupun untuk umum (wakaf). Tapi sekarang hasil dari kelekak sudah banyak
diperjual belikan dikarnakan tanaman buah yang ditanam memiliki harga jual yang
tinggi sehingga si pemilik kelekak lebih memilih untuk menjualnya.
Tradisi bertanam atau sistem
berkebun masyarakat Bangka mulai dari berume, dilanjutkan berkebun sahang dan
diakhiri dengan menanam tanaman keras (karet atau pohon penghasil buah), juga
menunjukkan kalau masyarakat Bangka zaman dahulu merupakan masyarakat petani
yang memiliki kesalehan dalam menjaga keseimbangan lingkungan alam dan manusia
(kosmis magis).
Perkembangan zaman membuat kelekak semakin
sedikit, banyak kelekak yang dialih fungsikan menjadi perkebunan lada ataupun
sayuran dan sejenisnya. Alih fungsi ini terjadi karna keterbatasan lahan yang
dimiliki oleh masyarakat untuk berkebun sehingga membuat masyarakat merubah
kelekak menjadi perkebunan semusim ataupun berumur pendek. Sehingga keberadaan
kelekak di Bangka mengalami perkurangan dibandingkan dengan sistem perkebunan
yang lainnya. Masyarakat Bangka sekarang sangat sedikit sekali yang masih
menerapkan sistem kelekak, kebanyakan masyarakat sekarang lebih memilih sistem
perkebunan buah-buahan yang seragam pada suatu lahan.
Kelekak adalah sebidang tanah yang ditanami
secara sengaja atau tidak sengaja oleh orangtua zaman dahulu dengan beragam
pohon penghasil buah (tumbuhan khas daerah) seperti buah durian, rambutan, nangka,
jambu bandar, kedondong, kelapa, petai, sawo, cempedak, dan pisang,baik yang
dimiliki secara pribadi (garis keturunan tertentu), maupun dimiliki secara
bersama (milik orang banyak dalam satu kampung atau gabungan dari beberapa
kampung).
DAFTAR
PUSTAKA
Bangka
Tribunnews. 2015. Kelekak Sebuah Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Tempo Dulu.
Bangka Tribunnews. 29 September 2015 http://bangka.
tribunnews.com/2015/09/29/kelekak-sebuah-kearifan-lokal-masyarakat-melayu-tempo-dulu?page=3 [30 April 2017]
. 2015. Proses
Terbentuknya Kelekak Dan Kelukoi. 29 September 2015 http://bangka.tribunnews.com/2015/09/29/proses-terbentuknya-kelekak-dan-kelukoi [30 April
2017]
World Agroforestry. 2017. SISTEM AGROFORESTRI
DI INDONESIA. 2017 http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/lecturenote/LN0034-04/LN0034-04-2.pdf [30 April 2017]
LAMPIRAN